Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Pages

Responsive Ad

Kawal Quick Count Pilpres 2019, Kawal Pilpres 2019 Ajak Warga Kurangi Kecurangan Pemilu

Kawal Pilpres 2019, sebuah aplikasi mikro, merinci titik rawan pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2019. Aplikasi mikro dalam PeSankita...



Kawal Pilpres 2019, sebuah aplikasi mikro, merinci titik rawan pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2019.

Aplikasi mikro dalam PeSankita Indonesia tersebut mengajak masyarakat untuk mengawal penghitungan suara Pilpres 2019 yang berpotensi kecurangan.

Warga diajak untuk berpartisipasi dengan mendorong untuk melakukan pengawasan dan melaporkan hasil penghitungan suara Pilpres 2019.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com pada Senin (15/4/2019), Kawal Pilpres 2019, merinci empat indikator rawan terjadinya kecurangan Pemilu 2019.

Pertama, Faktor Geografis, yakni daerah-daerah yang secara geografis sulit dijangkau dari akses publik, transportasi, media informasi, dan komunikasi.

Kedua, Faktor Historis, yakni daerah-daerah yang sejak dulu dan hampir setiap pemilu kerap bermasalah, seperti: Papua, Madura, Nias, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan lainnya.

Ketiga, Faktor Penguasa, yakni daerahdaerah yang secara ekonomi miskin dan masyarakatnya belum begitu terdidik sehingga mudah dimobilisasi dan rawan praktik politik uang.

Keempat, Faktor Penyelenggara, yakni daerah-daerah di mana dalam pemilu sebelumnya, penyelenggara sering melakukan manipulasi suara, namun tidak pernah dihukum dan mereka masih menjadi penyelenggara hingga saat ini.

"Ada banyak modus kecurangan suara di pemilu-pemilu sebelumnya, baik pilpres, pileg, maupun pilkada," ujar Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow.

Jeirry menyebutkan, jumlah suara yang dihitung tidak sesuai dengan jumlah yang ada di Formulis C-1, lalu penambahan suara dengan mengganti angka hasil rekapitulasi.

Kemudian penambahan suara pada pasangan calon tertentu dengan memanfaatkan kolom suara yang tidak terpakai, kolom perolehan suara pasangan calon dalam Formulir C-1 tidak diisi, kolom-kolom dalam Formulir C-1 tidak diberi tanda silang (X) sehingga berpotensi diisi dengan angka baru untuk pasangan calon tertentu.

Lanjutnya, pemilih mencoblos lebih dari satu kali, pemilih yang tidak memenuhi syarat diberi kesempatan memilih, dan masih banyak lagi.

 Jeirry menambahkan, bahwa ada sembilan tantangan di Pemilu Serentak 2019:

 1. Pelaksanaan yang berbarengan menjadikan beban penyelenggaraan menjadi dobel

 2. Pergantian penyelenggara pemilu

 3. Peran media sosial yang semakin masif berpengaruh terhadap opini dan wacana dalam pemilu

 4. Politik SARA yang makin menjadi trend digunakan untuk memenangkan pemilu

 5. Relasi penyelenggara, khususnya KPU dan Bawaslu/Panwas

 6. Tensi persaingan paslon yang sangat tinggi

7. Politik uang yang makin tak terkendali dan makin terang-terangan

 8. Rakyat yang makin apatis dan pragmatis

 9. Kurangnya surat suara di TPS

Adapun Jeirry menawarkan empat solusi yang dapat dipertimbangkan untuk meminimalir tantangan tantangan tersebut:

Satu, mendorong peran pengawasan masyarakat dalam mengawal suara rakyat. Banyak modus kecurangan (terutama kecurangan suara) ditemukan oleh masyarakat.

 Dua, transparansi proses rekapitulasi sangat menolong peran masyarakat mengawal proses rekapitulasi.

 Tiga, posisi dan peran Bawaslu/Panwas sangat penting untuk memperbaiki kecurangan akibat kesalahan atau manipulasi terjadi.

 Empat, peran media massa sangat penting untuk mengungkap ke publik kecurangan yang terjadi.

 Khusus di poin pengawasan masyarakat, Jeirry mengapresiasi upaya sejumlah elemen masyarakat dalam melakukan pengawasan independen.

Salah satunya Kawal Pilpres 2019 yang bertujuan mengawal hasil penghitungan suara khusus Pilpres di TPS pada tanggal 17 April 2019.


Kuliah Beasiswa...?? Klik Disini

Gambar : TribunNews.com
Sumber : TribunNews.com

Reponsive Ads